Laba-laba Peloncat Papua Nugini Berevolusi Dalam Cara Berburu
>> Senin, 31 Agustus 2009
Ketika Professor Wayne Maddison, seorang peneliti di University of British Columbia, diundang untuk berpartipasi dalam sebuah penyelidikan keanekaragaman hayati di pedalaman Papua Nugini, dia merasa sebuah mimpi akhirnya akan jadi kenyataan.
Sebagai negara sedang berkembang terbesar di kawasan Pasifik Selatan, Papua Nugini memiliki lebih dari lima persen keanekaragaman hayati dunia, dan kurang dari satu persen dari luas total daratannya.
Ini merupakan tempat serangkaian spesies unik, termasuk laba-laba peloncat yang merupakan fokus penelitian dari Maddison.
“Sedikit peneliti yang telah menghabiskan waktu di hutan di kawasan perlindungan ini, dan saya pikir akan ada kesempatan bagus, di mana saya dapat melihat banyak laba-laba yang tidak pernah dilihat sebelumnya oleh para ilmuwan ?” menurut Maddison, seorang profesor ilmu hewan dan ilmu tumbuh-tumbuhan dan direktur UBCs Beaty Biodiversity Museum.
Dua dari laba-laba peloncat bermata delapan telah berevolusi menjadi besar dan dilengkapi dengan daya lihat resolusi tinggi untuk menembak mangsanya.
Tahun lalu, sebagai bagian dari tim Konservasi Internasional dimana termasuk di dalamnya ilmuwan yang mempelajari mamalia, burung, tanaman, dan amphibi, Maddison diturunkan dengan helikopter di daerah terpencil Pegunungan Kaijende, salah satu daerah terbesar di Papua Nugini yang belum berkembang.
Di sana, mimpinya memang benar-benar menjadi kenyataan, dia menemukan lusinan spesies laba-laba pe-loncat yang sama sekali baru bagi ilmu pengetahuan.
Laba-laba peloncat ditemukan di setiap bagian dunia kecuali Antartika. Kemampuan meloncat 30 kali dari panjang tubuhnya, beberapa dari 5000 spesies yang didokumentasikan biasa ditemukan di rumah tinggal. Mereka memiliki beragam bentuk dan ukuran, dengan sebagian menyerupai bentuk semut atau kumbang.
“Bukannya berdiam diri di tengah sarang, laba-laba peloncat menemukan cara baru untuk meneruskan hidup dengan berkeliling di sekitar habitat mereka dan menerkam seperti kucing pada mangsanya,” kata Maddison.
Dua dari laba-laba peloncat bermata delapan telah berkembang menjadi besar dan dilengkapi dengan daya lihat beresolusi tinggi untuk mengamati mangsanya. Laba-laba peloncat betina juga menggunakan indera visual yang tinggi ini untuk memperhatikan pejantan, yang memamerkan keanekaragaman warna tubuhnya selama musim kawin.
Maddison mengumpulkan lebih dari 500 jenis laba-laba selama perjalanan dan studi awal menunjukkan sebanyak 130 spesies, termasuk 30 sampai 50 yang sebelumnya belum dikenali, yang mungkin telah ditemukan.
Tim CI juga mengenali dua binatang baru, tiga katak, dan seekor tokek yang diyakini baru bagi ilmu pengetahuan. Maddison mengatakan binatang yang lebih kecil, seperti serangga dan laba-laba, seperti juga tanaman mungkin menyimpan rahasia banyak bahan kimia yang tidak dikenali dunia.
“Bisa laba-laba telah berevolusi selama jutaan tahun yang berefek pada sistem saraf mangsa serangga dari laba-laba, dan tiap spesies laba-laba memberi kita kesempatan lain untuk menemukan bahan kimia yang berguna. Laba-laba peloncat dengan miniatur mata tajamnya yang luar biasa dapat membantu kita mengerti bagaimana menekan keterbatasan penglihatan,” jelasnya.
“Ada banyak keindahan pada laba-laba kecil ini, jika kita melihatnya lebih dekat. Lebih dari lainnya, ini adalah dunia indah yang mengagumkan dan kita hanya sedang berusaha menguaknya.”
Maddison akan mengungkapkan pengalamannya selama ekspedisi itu pada 16 April di seminar umum yang diselenggarakan oleh Beaty Biodiversity Museum.
Sumber : http://erabaru.or.id/
0 komentar:
Posting Komentar