Para 'Penjajah' Tanpa Senjata

>> Minggu, 30 Agustus 2009

Oleh  GESIT ARIYANTO
Mulanya binatang itu didatangkan sebagai biota air tawar yang lucu dan menggemaskan. Itulah keong- keong emas dari genus Pomacea. Keong itu hadir di Indonesia pada tahun 1980-an. Keong-keong itu lalu banyak menghuni akuarium-akuarium di rumah- rumah atau kantor. Lucu dan menggemaskan.
Tak butuh waktu lebih dari lima tahun ketika akhirnya kegemparan datang dari para petani di Sukabumi dan Tangerang. Lahan sawah subur mereka diserang keong. Pada 1984 mulai ramai istilah keong emas.
Keong-keong itu tak lucu lagi tak pula menggemaskan. Sebaliknya, memunculkan horor dan teror karena merusak padi.

Peneliti moluska air tawar pada Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Ristiyanti Marwoto, menyebut tak semua jenis keong dari genus Pomacea menjadi hama. Yang sudah diidentifikasi yaitu Pomacea canaliculata—dari Brasil, negara tropis yang banyak kemiripannya dengan Indonesia.

Tak hanya Indonesia, keong yang mulanya dipelihara sebagai binatang piaraan itu telah menjadi hama pertanian di Thailand, Vietnam, Laos, Kamboja, Filipina, hingga Korea Selatan. Seperti di Indonesia, upaya pemberantasan keong sebagai hama di negara-negara itu tak juga tuntas.
Di sawah, keong-keong itu tak hanya berwarna keemasan, tetapi juga kecoklatan dan kehijauan. Cirinya adalah menempelkan ratusan telurnya di batang- batang padi, tanaman liar, atau tanaman lainnya.
Kepala Puslit Biologi LIPI Siti Nuramaliati Prijono menyatakan, keong-keong emas impor itu adalah salah satu jenis tanaman asing invasif. ”Penjajah” dari negeri asing.

Jenis asing invasif

Jenis asing invasif adalah jenis flora dan fauna termasuk mikroorganisme yang berkembang pesat di luar habitat alaminya. Karena tak ada musuh alami, binatang itu jadi hama, gulma, serta menebarkan penyakit pada flora dan fauna asli.

Di Indonesia, sebagai kompetitor, predator, patogen, dan parasit, jenis-jenis asing invasif itu dapat memunahkan jenis asli. ”Dalam skala besar akan merusak ekosistem asli,” kata Siti.

Ikan aligator
Ikan aligator (Lepisus peus) 
berasal dari perairan tawar Amerika Latin. Pemakan segala, tetapi cenderung karnivora dengan berat tubuh bisa lebih dari 70 kilogram. Tahun 2008, ikan aligator atau buaya itu ditemukan penambang pasir di Sungai Citarum. Beratnya mencapai 90 kg dengan panjang tubuh 1,70 meter dan diameter 80 cm.

Ikan sapu-sapu
Ikan sapu-sapu (Pterygoplichthys pardalis)
banyak dijumpai di sungai-sungai air tawar. Ikan ini berasal dari kawasan Amerika bagian selatan dan tahan terhadap kondisi air berpolutan.
Setidaknya ada empat jenis lagi ikan dari Amerika bagian selatan yang ada di Indonesia, seperti si ganas ikan piranha (Pygocentrus nattereri), si gigi runcing ikan bawal hitam (Colossoma macropomum), si petarung ikan oskar (Astronotus ocellatus), dan araipaima (Arapaima gigas).

Serangga penyerbuk
Liriomyza sativae, Liriomyza huidebrensis, dan Liriomyza trofolii.
Serangga ini justru merusak antara lain tanaman tomat, kentang, bawang, merah, dan kacang panjang.
Menurut peneliti serangga LIPI, Rosichon Ubaidillah, tanaman yang diserang serangga itu langsung mati dalam waktu kurang dari dua pekan.
Temuan terbaru, hama pepaya (mealy bug) atau Paracoccus marginatus, ditemukan tahun 2008. Hama ini menyerang buah pepaya dengan serbuk putih. Belakangan juga menyerang jenis buah lain dan bunga hias. Secara umum, efek domino serangan hama-hama itu berdampak pada ketahanan pangan dan ekonomi nasional.

Flora invasif
Di Indonesia, jenis flora asing mencapai sekitar 2.000. Salah satu jenis invasif yang legendaris adalah eceng gondok (Eichornnia crassipes) yang merebak sekitar tahun 1990 dengan daya tarik bentuk dan warna bunganya yang ungu cerah.
Belakangan, tanaman air yang mudah berkembang pesat itu menjadi pengganggu. Sebarannya yang masif tak hanya mengganggu transportasi air, tetapi juga menyebabkan sedimentasi dan mematikan plankton.

Jenis akasia
(Acacia nilotica)
Saat ditanam di Taman Nasional Baluran, Jatim, tanaman ini semula untuk melindungi padang savana, makanan utama banteng, dari bahaya kebakaran.
Perkembangannya masif, hingga 200 hektar per tahun, kini mempersempit padang rumput. Hingga tahun 2000, akasia menginvasi 50 persen, sekitar 5.000 ha, padang savana dan mengancam keberadaan banteng.

Jenis lamtoro
(Leucaena leucocephala)
Ditanam massal pada masa Orde Baru dan kini memunculkan risiko. Pemerintah harus mendatangkan serangga dari Hawaii, musuh alami kutu loncat, yang merebak seiring dengan hadirnya lamtoro.

Aster
Aster (Eupatorium sordidum) dari Meksiko di kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat, kini menutupi lantai hutan tempat tumbuh tanaman obat dan satwa lain. ”Sekarang sangat mengganggu, tetapi sulit diatasi,” kata peneliti botani LIPI, Sunaryo, yang pada April 2009 meneliti di sana. Setidaknya ada delapan jenis flora asing invasif di tempat itu.
Flora dan fauna asing invasif di atas hanya contoh kecil dari ribuan jenis yang saat ini ada di Indonesia. Tak ada satu pun yang didatangkan dengan maksud merusak, tetapi kelemahan pengetahuan dan informasilah yang menyebabkan ancaman.
Tak ada yang tahu, episode macam apa dari maraknya penjualan kura-kura brasil yang mungkin lucu nan menggemaskan. Akankah menambah deret getir akan kehadiran para ”penjajah” tak bersenjata?

Sumber :

Kompas

0 komentar:

Posting Komentar

  © Blogger template Webnolia by Ourblogtemplates.com 2009

Back to TOP